Palembang. Okupos.com| Pandemi Covid-19 sudah mencengkram kuku-kukunya ke seluruh lini kehidupan dalam beberapa bulan belakangan. Buntutnya, semua persoalan tersedut kepada bagaimana menghindar dari ancaman dari terpapar sehingga menjadi sebuah hiruk pikuk yang berkepanjangan.
Memasuki era new normal atau era dengan kebiasaan baru, hampir semua sepakat harus move on dan live must go on (hidup harus dilanjutkan), sebab persoalan Covid-19 antara hidup dan mati mengurung diri tak produktif akan mati terpapar, hal itu akan meregang nyawa, maka Agenda New normal adalah satu-satunya yang bisa diusung untuk diikuti.
Pasalnya, rakyat dengan segala persoalan sebagai salah satu objek sasaran dalam kebijakan-kebijakan bagi pemegang amanat undang-undang masih dalam posisi menanggung beban beban.
Selama ini rakyat hanya berfikir sederhana, hanya butuh ruang berproduksi secara mandiri, bercocok tanam, berkehidupan secara agraria menjadi petani menumbuhkan tanaman hingga panen, tumbuh dan besarkan anak anak mereka, bisa bersekolah menjadi generasi generasi yang mandiri dan memahami sebuah proses kerja keras bisa meningkatkan kehidupan lebih baik lagi.
Berangkat dari situ, Sekjen Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS), Dedek Chaniago mengatakan, sehubungan surat dari kakanwil ATR/BPN Provinsi Sumatera Selatan No.1839 /16.MP.01.02/IV/2020, tentang penundaan penanganan konflik agraria di Propinsi Sumsel diprotes oleh KRASS lewat surat yg diantarkan langsung ke Kanwil ATR/BPN Sumsel, sekaligus mendesak Kanwil ATR/BPN Provinsi Sumsel menjalankan/mewujudkan Reforma Agraria di Sumsel.
“KRASS juga prihatin dan bergerak sekuat tenaga untuk memutus mata rantai atau melawan virus corana ini. Namun bapak ketahui dan mengamati dari situasi yang sama-sama tidak kita ingini dan berjibaku melawannya, malah terjadi hal yang membuat duka kita bersama, konflik agraria disalah satu wilayah yang KRASS dorong dari 11 kasus di 9 Kabupaten/kota di Sumsel penyelesaiannya, terjadi kekerasan dan pembunuhan kepada 2 orang petani yang berjuang menuntut haknya atas tanah di Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat pada tanggal 21 Maret 2020 lalu,” kata Dedek saat di wawancari awak media usai mendatangi kantor ATR/BPN Sumsel, Rabu (17/6/2020).
Dedek menambahkan bahwa dengan adanya konflik tersebut, maka Tim Wakil Menteri ATR/BPN mengeluarkan rekomendasi No.2/STAF.WM/SKP/3/2020. Yang isinya menginstruksikan kepada salah satunya Kakanwil ATR/BPN Sumsel untuk segera menjalankan langkah-langkah pada Poin C.1 butir 1, 2, 3 dan Poin C.2 butir 1, 2, 3, 4, 5, 6.
“Kami menyayangkan dan memprotes surat dari Kakanwil ATR/BPN Sumsel untuk menunda semua penanganan konflik, bahkan segera jalankan Reforma Agraria di Sumsel. Padahal bisa lewat online pembahasannya atau aplikasi meeting zoom,” tegas Dedek.
Ditempat yang bersamaanya, Ki Edi Susilo atau akrab disapa dengan Ki Edi ini dari perwakilan Serikat Tani Nasional menyampaikan bahwa tidak ada alasan untuk menunda penyelesaian konflik agraria di Sumsel ini.
“Seharusnya tidak ada lagi alasan untuk menunda penyelesaian bergabagai konflik Agraria di Sumatera Selatan ini, Petani sudah menjalankan dengan baik pelaksanan protokol kesehatan. Tapi perusahaan melanggar dengan tetap melakukan penyerobotan tanah. Negara harus hadir untuk membela Rakyatnya bukan malah berada di belakang ”tegas Ki Edi.
Ki Edi menambahkan, kami dari organisasi dan serikat tani di Sumatera Selatan akan terus saling menguatkan bergotong-royong bersama petani untuk merebut kembali tanah-tanah rakyat yang dirampas.
“Perjuangan kami murni untuk petani. Karena petani adalah Soko guru Bangsa Indonesia. Ketika kita dzolim kepada petani maka petaka akan menghantui bangsa kita. Karena yang kita makan adalah hasil petani”. pungkas Ki Edi.
Menanggapi hal yang disampaikan oleh para perwakilan organisasi tani tersebut, Kepala Bidang Penangan sengketa Kanwil ATR/BPN Sumsel, Suaidah menuturkan, akan segera menindak lanjuti permintaan para petani.
“Kita akan segera tindak lanjuti, karena ini masih masa pandemi maka minimal kita akan membangun komunikasi via daring. Dan juga kita berharap pandemi lekas berlalu sehingga kita bisa kembali melakukan rapat marathon seperti sebelum masa pandemi untuk menyelesaikan konflik agraria di Sumsel,” terang Suaidah. (Danu)